Kamis, 23 Desember 2010

MENANAM LEGUMINOSA

Persiapan yang sangat perlu dilakukan adalah membersihkan areal dari segala gulma yang bisa dilakukan dengan cara mekanis (alat berat) dan secara chemis.  Untuk mengurangi persaingan dengan gulma dan menekan biaya penyiangan maka penanaman sebaiknya dilakukan segera mungkin setelah areal dipersiapkan

Penanaman Biji.  Biji kacangan dapat ditanam di dalam larikan atau lobang. Dalam satu gawangan dibuat 3 sampai 5 jalur penanaman (barisan penanaman kacangan).  Penanaman di dalam larikan yaitu dengan mencangkul ringan sedalam mata cangkul (5-10 cm) searah barisan tanaman kelapa sawit, biji ditabur di dalam larikan kemudian ditimbun.  Bisa juga dengan cara penanaman dengan sistim tunggal yaitu dengan membuat lubang tunggal disepanjang jalur penanaman sedalam 2-4 cm dengan jarak +/- 30 cm dan tiap lubang diisi 4-5 biji kacangan.

Penanaman Stek (Calopogonium Caeruleum). Sistem stek menggunakan kantongan plastic kecil ukuran 7×15 cm yang diisi top soil yang telah diayak. Plastik yang sudah diisi topsoil kemudian disusun di tempat terlindung atau dibawah kelapa sawit.  Bahan stek minimum memiliki dua ruas, satu ruas masuk ke tanah dan satu lagi diatas tanah.  Penyiraman harus dilakukan pagi dan sore.  Pemupukan dilakukan setelah berumur 2-3 minggu dengan pupuk majemuk 12-12-17-2 sebanyak 0,3-0,5 g per kantungan.  Stek ditanam ke lapangan pada musim hujan setelah berumur 1,5-2 bulan.  Kebutuhan stek mencapai 1200-1500 buah per hektar atau 9-12 stek per gawang.  Untuk menghindari stagnasi sebaiknya diusahakan tanah di dalam kantongan kecil tidak pecah pada waktu penanaman di lapangan.  Pemupukan dilakukan 5-7 hari setalah penanaman lapangan dengan pupuk majemuk 15-15-6-4 dengan dosis 40 kg per  hektar.  Pemupukan selanjutnya sama seperti pemupukan kacangan dari biji.

Jadwal pemupukan
Umur Kacangan (bulan)
Jenis
Dosis (Kg/Ha)
Saat tanam
RP
1:1*
1
15-15-6-4
40
3
RP
80
6
RP
120
24
RP
200

*dosis campuran RP : biji kacangan adalah 1:1

Sumber : http://sawit4biz.wordpress.com/2008/05/20/menanam-penutup-tanah-leguminosa/

KENAPA KELAPA SAWIT MENGGANTIKAN HUTAN HUJAN?



Saat ini banyak yang telah dilakukan dalam rangka pengubahan hutan hujan dengan keanekaragaman hayati milik Asia tersebut menjadi pengolahan kelapa sawit. Organisasi lingkungan hidup telah memperingatkan bahwa dengan memakan makanan yang mengandung minyak kelapa, konsumen Barat secara langsung ikut membantu perusakan habitat orangutan dan ekosistem yang sensitif.

Jadi, mengapa perkebunan kelapa sawit saat ini luasnya mencapai jutaan hektar mencakup Malaysia, Indonesia, dan Thailand? Kenapa kelapa sawit menjadi buah panen nomor satu, mengalahkan kompetitor terdekatnya, pisang yang rendah hati?

Jawabannya ada pada produktivitas panenan yang tidak sejalan. Sederhananya, kelapa sawit adalah bibit minyak yang paling produktif di dunia. Satu hektar kelapa sawit dapat menghasilkan 5.000 kg minyak mentah, atau hampir 6.000 liter minyak mentah menurut data dari JourneytoForever. Sebagai pembanding, kedelai dan jagung - hasil yang kerap digembar-gemborkan sebagai sumber bahan bakan biologis yang unggul - hanya menghasilkan sekitar 446 dan 172 liter per hektar.

Selain biofuel, kelapa sawit juga dipakaikan untuk beribu-ribu kegunaan lain dari bahan-bahan makanan ke pelumas mesin hingga dasar kosmetik. Kelapa sawit telah menjadi produk agrikultur yang sangat penting untuk negara-negara tropis di seluruh dunia, terutama saat harga minyak mentah mencapai 70 USD per barrel. Sebagai contohnya, Indonesia saat ini merupakan negara penghasil minyak kelapa terbesar kedua di dunia, perkebunanan kelapa sawitnya mencakup 5,3 juta hektar di tahun 2004, menurut laporan dari Friends of the Earth-Netherlands.

Perkebunan ini telah menghasilkan 11,4 juta ton kubik minyak kelapa mentah dengan nilai ekspor sebesar 4,43 milyar USD dan mendatangkan (secara resmi) 42,4 juta USD ke dalam kas negara. Karenanya, nilai dari minyak kelapa terus meningkat. Harganya saat ini mencapai lebih dari 400 USD per ton kubik, atau sekitar 54 USD per barrel - cukup kompetitif bila dibandingkan dengan petroleum.
















Walaupun kelapa sawit cukup sukses di Asia, namun sebenarnya ini bukan tanaman asli bagi kawasan tersebut. Kelapa sawit Afrika (Elaeis guineensis) berasal dari kawasan tropis Afrika, tersebar di hutan hujan Sierra Leone hingga Kongo, Republik Demokratis Kongo. Spesiesnya dikenalkan pada Malaysia pada awal abad ke-20 dan pertama kali ditanam untuk tujuan komersial pada tahun 1917.

Saat ini hampir separuh dari lahan yang telah diolah dan ditanami di Malaysia merupakan lahan kelapa sawit, dan negara tersebut telah menjadi produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar, walau Indonesia dengan cepat telah menunjukkan dirinya. Kedua negara, Indonesia dan Malaysia, mengekspor produk-produk tersebut dalam jumlah besar ke Cina: ekspor Malaysia sendiri ke negara tersebut diperkirakan akan meningkat lebih dari 20 persen dari 2,9 juta ton kubik di tahun 2005 hingga lebih dari 3,2 juta ton kubik di tahun 2006, merepresentasikan hampir 1 persen dari keseluruhan nilai ekspor Malaysia.

Minyak kelapa berasal dari buah tumbuhan tersebut, yang satu tandannya bisa mempunyai berat sekitar 40-50 kg. Seratus kilogram dari bibit minyak ini bisa menghasilkan sekitar 20 kg minyak. Tandan buah ini biasa dipanen dengan menggunakan tangan, pekerjaan yang sulit di daerah iklim tropis dimana kelapa sawit tumbuh dengan subur. Di Malaysia, kebanyakan dari pekerjaan ini dilakukan oleh tenaga kerja dari luar, kebanyakan dari Indonesia. Walau kelapa sawit dapat hidup lebih lama dari 150 tahun dan tumbuh hingga 80 kaki di alam bebas, kelapa sawit yang ditanam ini biasanya ditebang atau diracun setelah berusia 25 tahun saat tingginya telah mencapai 30 kaki. Bila lebih tinggi dari 30 kaki, maka memanen buahnya akan menimbulkan kesulitan tersendiri.

Minyak kelapa digunakan sebagai salah satu bahan mentah dari produksi biodiesel, bahan bakar yang berasal dari minyak sayur atau lemak hewani. Pada umumnya, biodiesel ini bisa diturunkan tingkatannya dan, saat terbakar, memiliki emisi yang lebih sedikit dibandingkan dengan bahan bakar petroleum tradisional. Biasanya, biofeul ini dicampur dengan bahan bakar petroleum tradisional, walau memungkinkan pula untuk menjalankan mesin diesel hanya dengan menggunakan biodieasel, yang menjadikannya menjanjikan sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil.

Para enviromentalis umumnya mendukung biofeuls ini karena rendahnya polusi yang mereka munculkan, sementara yang lain menyetujui ide untuk mengurangi ketergantungan akan minyak di Timur Tengah karena banyak tumbuhan biodiesel dapat ditanam di kawasan lain atau bahkan diproduksi sendiri. Dengan ide ini di dalam pikiran mereka, para pembuat kebijakan dari Asia hingga Eropa telah menunjukkan ketertarikan dan memberikan dorongan untuk mempromosikan dan menggunakan biofuel tersebut.

Jadi, kenapa penanaman kelapa sawit menuai perhatian? Untuk para environmentalis, permasalahan utama dengan minyak kelapa sebagai biodiesel terletak pada bagaimana tanaman tersebut diolah. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak area hutan alami yang dibuka di seantero Asia untuk perkebunan kelapa sawit. Perubahan ini telah menurunkan keanekaragaman hayati, meningkatkan kerentanan pada bahaya kebakaran, dan berdampak pada ketergantungan masyarakat sekitar akan produk dan jasa yang telah disediakan oleh ekosistem hutan.

Selain hilangnya ekosistem hutan, produksi minyak kelapa, seperti yang sedang dipraktekkan saat ini, dapat menyebabkan kerusakan yang cukup parah bagi lingkungan hidup. Di tahun 2001, produksi Malaysia sebanyak 7 juta ton minyak kelapa mentah menghasilkan hingga 9,9 juta ton limbah minyak padat, fiber kelapa, dan batok, serta 10 juta ton limbah yang merusak dari minyak kelapa, yaitu campuran polusi dari batok yang hancur, air, dan residu lemak, yang mempunyai dampak negatif pada ekosistem akuatik.

Lebih jauh lagi, penggunaan pestisida, herbisida, dan pupuk berbasis petroleum secara bebas membuat yakin bahwa kebanyakan pengolahan minyak kelapa tak hanya menyebabkan polusi pada tingkat lokal, namun juga berkontribusi pada emisi gas rumah kaca. Melihat Malaysia merupakan salah satu dari produser yang paling efisien, produksi di daerah lain mungkin lebih berpolusi. Perkebunan di Indonesia sangat merusak karenanya setelah 25 tahun masa panen, lahan kelapa sawit kebanyakan ditinggalkan dan menjadi semak belukar. Tanah mungkin akan kehabisan nutrisi, terutama pada lingkungan yang mengandung asam, sehingga beberapa tanaman mungkin tumbuh, menjadikan wilayah tersebut tanpa vegetasi selain rumput-rumput liar yang akan mudah sekali terbakar.

Karena alasan ini, komunitas ilmuwan sangat prihatin dengan munculnya proposal dari pemerintah Indonesia untuk mengubah kawasan terpencil dan hutan hujan dengan keanekaragaman hayati di Borneo menjadi perkebunan kelapa sawit. Usulan kawasan monokultur yang sangat luas ini dapat mengancam musnahnya keanekaragaman hayati legendaris kawasan tersebut - menurut WWF sebanyak 361 spesies hewan telah ditemukan di pulau tersebut dalam satu dekade lalu - sekaligus menelantarkan penduduk lokal, termasuk suku Dayak, penduduk asli hutan yang terkenal akan keahlian berburu dan melacaknya.

Rencana ambisius: Menurut laporan Friend of Earth, di pertengahan 1990an Indonesia telah menyiapkan 9,13 juta hektar untuk ditanami kelapa sawit. Di tahun 2004, hanya sekitar 58 persen dari area ini yang benar-benar ditanami, walau area hutan hujan alami yang luas telah terlanjur dibuka demi produksi kelapa sawit. Contohnya, dalam makalah milik Lesley Potter dari Australian National University, walau hanya 303.000 hektar dari 2 juta hektar lahan di Kalimantan Timur yang disiapkan untuk pengembangan kelapa sawit telah ditanami, namun sekitar 3,1 juta hektar hutan telah dibuka dengan kedok pembangunan perkebunan.

Indonesia telah mengumumkan rencananya untuk melipatgandakan produksi minyak kelapa mentahnya pada tahun 2025, suatu target yang akan membutuhkan 2 kali lipat peningkatan di hasilnya - sesuatu yang sangat mungkin melihat dari keberhasilan negara tetangganya Malaisya - atau justru memperluas daerah yang akan ditanami kelapa sawit. Laporan tersebut menyebutkan bahwa Indonesia sepertinya akan menggunakan kedua pilihan yang ada. Sesuai usulan investasi tahun 2005, yang dibuat oleh Perusahaan Perkebunan Negara PT Perkebunan Nusantara (PTPN), Indonesia akan mengembangkan sekitar 1,8 juta hektar di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia, dimana kebanyakan sisa hutan yang lengkap masih ada.

Cina akan terlibat dalam rencana ini, dengan menginvestasikan 7,5 milyar USD di proyek infrastruktur dan energi, termasuk menyediakan modal untuk perkebunan kelapa sawit. Investor Cina secara langsung akan mengendalikan sekitar 600.000 hektar perkebunan kelapa sawit, sementara 1,2 juta hektar akan dikendalikan oleh perusahaan-perusahaan Indonesia. Berdasarkan eksplorasi dari konsesi sekitar 100.000 hektar, total biaya yang dibuthkan proyek ini diramalkan oleh Friends of the Earth akan mencapai 8,6 milyar USD.

Proyek ini nantinya akan mempekerjakan hingga 400.000 tenaga kerja dan menghasilkan pemasukan tahunan untuk pajak negara sebesar 45 juta USD. Usulan PTPN ini menyarankan agar perkebunan didirikan di tiga taman nasional, Betung Kerihun (800.000 hektar), Kayan Mentarang (1.360.000 hektar), dan Danau Sentarum (132.000 hektar) serta hutan lindung di sekitarnya dan hutan yang berada dalam konsesi penebangan.

Untuk minyak kelapa atau sesuatu hal yang lain? Di atas kertas, melihat luasnya area hutan tropis di kawasan tersebut dan tingginya nilai minyak kelapa, rencana tersebut tampaknya pilihan yang menguntungkan dilihat dari sisi ekonomi. Bagaimanapun juga, analisa lebih lanjut mengenai kecocokan lahan untuk ditanami kelapa sawit membuat para pemerhati lingkungan kembali bertanya mengenai tujuan utama rencana tersebut, mengesankan bahwa ada kepentingan lain.

Survey pada kawasan tersebut yang dilakukan oleh WWF menemukan bahwa sebagian besar lahan tersebut sangat buruk bila digunakan untuk kelapa sawit. Permukaan yang bergunung-gunung dikombinasikan dengan ketinggian dan iklim yang tak sesuai untuk kelapa sawit berarti paling tinggi hanya sekitar 10 persen yang cocok digunakan untuk penanamannya dan ini memberikan kredibilitas bagi kelompok-kelompok environmentalis untuk menunjukkan bahwa seluruh rencana tersebut mungkin saja hanya merupakan kedok untuk penebangan hutan besar-besaran guna mengambil seluruh sumber kayu yang ada di wilayah tersebut.

Greenomics, salah satu organisasi kehutanan non pemerintah, telah menghitung nilai kayu di kawasan perbatasan mencapai 26 milyar USD. Menebang wilayah yang disiapkan untuk perkebunan kelapa sawit bisa mendatangkan pemasukan bersih yang substansial bagi perusahaan penebangan tersebut dan pendapatan dari pajak bagi pemerintah Indonesia. Lebih lanjut lagi, karena proyek kelapa sawit ini membutuhkan konstruksi jalan yang besar, infrastruktur ini justru dapat mengantarkan kayu yang bernilai tinggi - sekalipun sebelumnya tak dapat diakses - ke pasar.

Secara bersamaan, pemerintah juga dapat memperluas program transmigrasi untuk memindahkan penduduk yang telah memadati Jawa, sesuatu yang telah dilakukan secara luas di bagian lain Kalimantan. Terakhir, pemerintah dapat memperlambat berkurangnya pemasukan dari pajak akibat adanya perdagangan kayu ilegal yang semakin berkembang di kawasan perbatasan - diperkirakan oleh Menteri Kehutanan Indonesia beberapa tahun yang lalu sebanyak 230.000 hingga 250.000 meter kubik kayu per bulan.

Melihat rekor sebelumnya dalam pengembangan kelapa sawit dan kesesuaian tanah yang dipertanyakan, kelompok lingkungan hidup menduga bahwa untuk memulai proyek ini, hutan di luar wilayah konsesi akan dibuka, sementara para pemilik tanah tak pernah bermaksud untuk benar-benar menanam pohon. Makalah milik Friends of the Earth mencatat bahwa "banyak ijin perkebunan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak benar-benar dikembangkan menjadi lahan kelapa sawit. Malahan, lahan-lahan ini sepertinya diterlantarkan karena para pemegang ijin tidak mengerjakan lahan tersebut."

Bagi para kelompok lingkungan hidup ini, yang sebenarnya bermasalah dari tren ini adalah itu semua merupakan pemborosan, dan terjadi di beberapa tempat yang memiliki ekosistem keanekaragaman hayati paling banyak di planet. Makalah tersebut menyebutkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Greenomics yang menemukan "60 persen dari seluruh pengubahan fungsi hutan dengan tujuan menanam dan perkebunan kelapa sawit masih terjadi di hutan-hutan yang bagus di tahun 2004-2005."

Sekedar berubah pikiran atau ada maksud tersembunyi? Pada 28 Maret 2006, di Konvensi Keanekaragaman Hayati PBB di Ciritiba, Brazil, pemerintah Indonesia mengumumkan akan mendukung inisiatif dari WWF untuk melindungi "Jantung Borneo". WWF menyimpulkan bahwa dengan pengumuman ini berarti Indonesia akan menggagalkan rencana untuk membuat perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia di wilayah perbatasan Kalimantan, membuat para kelompok lingkungan hidup di seluruh dunia bergembira bahwa lokasi keanekaragaman hayati ini tak akan hilang karena pembangunan.

Bagaimanapun juga, rupanya kegembiraan mereka terlalu dini. Laporan dari Friends of the Earth melihat pengumuman Indonesia dari sisi yang berbeda, disebutkan "walaupun begitu, komitmen ini bukan berarti bahwa rencana untuk memperluas perkebunan kelapa sawit di kawasan perbatasan dibatalkan." Dikatakan pula bahwa Presiden Indonesia Yudhoyono "belum memberikan pernyataan resmi pada publik mengenai proyek kelapa sawit di perbatasan dibatalkan . . . [dan bahwa] Presiden masih mendukung keseluruhan program pembangunan di perbatasan."

Lebih lanjut lagi, laporan tersebut menyatakan bahwa pemerintah Indonesia sebelumnya telah setuju pada Cina menjadikan lahan tersebut bisa digunakan untuk pengembangan kelapa sawit dan tak akan mengingkari komitmen tersebut. Laporan ini juga memberikan catatan bahwa pemerintah telah mengumumkan rencana tambahan untuk memperluas area perkebunan ini menjadi 3 juta hektar agar dapat memenuhi peningkatan permintaan biofuel. Akhirnya laporan tersebut memberikan peringatan "komitmen yang dibuat oleh pemerintah pusat mungkin saja diabaikan sama sekali oleh pemerintah tingkat propinsi dan kabupaten." Friends of the Earth menambahkan bahwa Indonesia pada akhirnya mungkin tidak akan membatalkan proyek tersebut.

Pertempuran memperebutkan jantung Borneo. Walau masih belum jelas status perkebunan kelapa sawit di Borneo Tengah, laporan Friends of the Earth memberikan satu set rekomendasi untuk dapat menggunakan hutan hujan di Kalimantan dengan lebih baik secara ekologi maupun ekonomi. Organisasi tersebut menyebutkan bahwa pernyataan dari Presiden Indonesia Yudhoyono diperlukan untuk memperjelas status resmi dari proyek kelapa sawit. Jika pemerintah tidak bermaksud untuk melanjutkan dengan proyek yang diusulkan tersebut, maka pertama-tama pemerintah harus memfokuskan diri pada meningkatnya produktifitas di perkebunan yang telah ada, bukannya membuka lahan baru untuk kelapa sawit.

Ini bisa dilakukan dengan menggunakan bibiat unggul dan menerapkan praktek berkebun yang lebih baik dari seluruh bagian dunia, serta mendorong untuk menanam kembali perkebunan yang telah diterlantarkan. Laporan tersebut juga berpendapat bahwa akan lebih bijaksana jika Indonesia menggunakan sertifikasi argikultur untuk kelapa sawitnya agar meyakinkan bahwa produknya berasal dari perkebunan yang dijalankan dengan baik.

Satu set kriteria telah dibuat di bawah Principles and Criteria of the Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO). Bagian kunci untuk rencana sertifikasi adalah megajak negara pengguna untuk bergabung. Jika negara-negara ini gagal untuk mendapatkan kelapa sawit dari sumber yang mendukung, maka tak akan ada bantuan bagi para produsen untuk menjalankan perkebunan mereka dengan cara yang lebih baik. Karenanya, menurut laporan tersebut, negara-negara industri harus didorong untuk menerima produk kelapa sawit yang merupakan hasil dari sumber yang telah tersertifikasi.

Di tingkat lokal, Friends of the Earth berpendapat bahwa pemerintah Indonesia sebaiknya berfokus pada membantu masyarakat lokal untuk meningkatkan akses pasar bagi produk hutan non-kayu dan pertanian hutan, sekaligus meminimalkan dampak potensial dari jalan apapun dan proyek infrastruktur yang terkait yang merupakan hasil dari rencana tadi.

Akhirnya, untuk membuktikan betapa menggunakan ijin kelapa sawit dengan salah adalah serius, pemerintah Indonesia butuh untuk memperkuat hukum yang ada. Hingga saat ini, beberapa petugas perkebunantelah didenda atau dipenjarakan karena penggundulan hutan secara ilegal atau menyebabkan kebakaran hutan, dan pemilik tanah hanya memiliki sedikit alasan untuk mengikuti peraturan yang ada.

Di luar rekomendasi ini, situasi saat ini mungkin akan memunculkan kesempatan untuk menukarkan konservasi hutan dengan emisi karbon. Atas usulan inisiatif dari 10 negara berkembang, negara industri akan membayar konservasi hutan hujan yang akan ditukar dengan "kredit karbon" yang akan turut dihitung dalam target emisi mereka di bawah Protokol Kyoto atau perjanjian internasional lainnya.

Mungkin akan ada pula potensi inisiatif pembicaraan pivat dimana konsesi yang belum ditebang dan dikembangkan dapat dibeli oleh pihak swasta dan disiapkan untuk memberikan keuntungan lingkungan hidup jangka panjang.

Terlepas dari jalan yang telah dipilih, Friends of the Earth dan asosiasi kelompok lingkungan hidup telah menegaskan bahwa pemerintah Indonesia seharusnya mempunyai maksud sendiri dan membuat keputusan dengan berdasar pada evaluasi teliti dengan seluruh informasi yang memungkinkan. Karena negara ini masih memiliki hutan tropis yang sangat luas di kawasan Asia, keputusan mengenai hutan adalah kunci dari kelangsungan jangka panjang keanekaragaman kawasan tersebut dan pemeliharaan pelayanan ekologi. 


Sumber : http://world.mongabay.com/indonesian/sawit.html

BUDIDAYA KELAPA SAWIT


I. PENDAHULUAN
Agribisnis kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.), baik yang berorientasi pasar lokal maupun global akan berhadapan dengan tuntutan kualitas produk dan kelestarian lingkungan selain tentunya kuantitas produksi. PT. Natural Nusantara berusaha berperan dalam peningkatan produksi budidaya kelapa sawit secara Kuantitas, Kualitas dan tetap menjaga Kelestarian lingkungan (Aspek K-3).

II. SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm. Temperatur optimal 24-280C. Ketinggian tempat yang ideal antara 1-500 m dpl. Kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan.
2.2. Media Tanam
Tanah yang baik mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur. Berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm), pH tanah 4-6, dan tanah tidak berbatu. Tanah Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit.

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
3.1.1. Penyemaian

Kecambah dimasukkan polibag 12x23 atau 15x23 cm berisi 1,5-2,0 kg tanah lapisan atas yang telah diayak. Kecambah ditanam sedalam 2 cm. Tanah di polibag harus selalu lembab. Simpan polibag di bedengan dengan diameter 120 cm. Setelah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai bibit dipindahtanamkan.
Bibit dari dederan dipindahkan ke dalam polibag 40x50 cm setebal 0,11 mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan atas yang diayak. Sebelum bibit ditanam, siram tanah dengan POC NASA 5 ml atau 0,5 tutup per liter air. Polibag diatur dalam posisi segitiga sama sisi dengan jarak 90x90 cm.

3.1.2. Pemeliharaan Pembibitan
Penyiraman dilakukan dua kali sehari. Penyiangan 2-3 kali sebulan atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma. Bibit tidak normal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis harus dibuang. Seleksi dilakukan pada umur 4 dan 9 bulan.
Pemupukan pada saat pembibitan sebagai berikut :

Pupuk Makro
> 15-15-6-4 Minggu ke 2 & 3 (2 gram); minggu ke 4 & 5 (4gr); minggu ke 6 & 8 (6gr); minggu ke 10 & 12 (8gr)
> 12-12-17-2 Mingu ke 14, 15, 16 & 20 (8 gr); Minggu ke 22, 24, 26 & 28 (12gr), minggu ke 30, 32, 34 & 36 (17gr), minggu ke 38 & 40 (20gr).
> 12-12-17-2 Minggu ke 19 & 21 (4gr); minggu ke 23 & 25 (6gr); minggu ke 27, 29 & 31 (8gr)
> POC NASA Mulai minggu ke 1 – 40 (1-2cc/lt air perbibit disiramkan 1-2 minggu sekali).

Catatan : Akan Lebih baik pembibitan diselingi/ditambah SUPER NASA 1-3 kali dengan dosis 1 botol untuk + 400 bibit. 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 4 liter (4000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman

3.2. Teknik Penanaman
3.2.1. Penentuan Pola Tanaman
Pola tanam dapat monokultur ataupun tumpangsari. Tanaman penutup tanah (legume cover crop LCC) pada areal tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma). Penanaman tanaman kacang-kacangan sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai.

3.2.2. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat beberapa hari sebelum tanam dengan ukuran 50x40 cm sedalam 40 cm. Sisa galian tanah atas (20 cm) dipisahkan dari tanah bawah. Jarak 9x9x9 m. Areal berbukit, dibuat teras melingkari bukit dan lubang berjarak 1,5 m dari sisi lereng.

3.2.3. Cara Penanaman
Penanaman pada awal musim hujan, setelah hujan turun dengan teratur. Sehari sebelum tanam, siram bibit pada polibag. Lepaskan plastik polybag hati-hati dan masukkan bibit ke dalam lubang. Taburkan Natural GLIO yang sudah dikembangbiakkan dalam pupuk kandang selama + 1 minggu di sekitar perakaran tanaman. Segera ditimbun dengan galian tanah atas. Siramkan POC NASA secara merata dengan dosis ± 5-10 ml/ liter air setiap pohon atau semprot (dosis 3-4 tutup/tangki). Hasil akan lebih bagus jika menggunakan SUPER NASA. Adapun cara penggunaan SUPER NASA adalah sebagai berikut: 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 2 liter (2000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk penyiraman setiap pohon.

3.3. Pemeliharaan Tanaman
3.3.1. Penyulaman dan Penjarangan
Tanaman mati disulam dengan bibit berumur 10-14 bulan. Populasi 1 hektar + 135-145 pohon agar tidak ada persaingan sinar matahari.

3.3.2. Penyiangan
Tanah di sekitar pohon harus bersih dari gulma.

3.3.3. Pemupukan
Anjuran pemupukan sebagai berikut :

Pupuk Makro

Urea
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst

225 kg/ha
1000 kg/ha

TSP
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 48 & 60

115 kg/ha
750 kg/ha

MOP/KCl
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst

200 kg/ha
1200 kg/ha

Kieserite
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst

75 kg/ha
600 kg/ha

Borax
  1. Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
  2. Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst

20 kg/ha
40 kg/ha

NB. : Pemberian pupuk pertama sebaiknya pada awal musim hujan (September - Oktober) dan kedua di akhir musim hujan (Maret- April).
POC NASA
a. Dosis POC NASA mulai awal tanam :

0-36 bln
2-3 tutup/ diencerkan secukupnya dan siramkan sekitar pangkal batang, setiap 4 - 5 bulan sekali
>36 bln
3-4 tutup/ diencerkan secukupnya dan siramkan sekitar pangkal batang, setiap 3 – 4 bulan sekali

b. Dosis POC NASA pada tanaman yang sudah produksi tetapi tidak dari awal memakai POC NASA
Tahap 1 : Aplikasikan 3 - 4 kali berturut-turut dengan interval 1-2 bln. Dosis 3-4 tutup/ pohon
Tahap 2 : Aplikasikan setiap 3-4 bulan sekali. Dosis 3-4 tutup/ pohon
Catatan: Akan Lebih baik pemberian diselingi/ditambah SUPER NASA 1-2 kali/tahun dengan dosis 1 botol untuk + 200 tanaman. Cara lihat Teknik Penanaman (Point 3.2.3.)

3.3.4. Pemangkasan Daun
Terdapat tiga jenis pemangkasan yaitu:
a. Pemangkasan pasir
Membuang daun kering, buah pertama atau buah busuk waktu tanaman berumur 16-20 bulan.
b. Pemangkasan produksi
Memotong daun yang tumbuhnya saling menumpuk (songgo dua) untuk persiapan panen umur 20-28 bulan.
c. Pemangkasan pemeliharaan
Membuang daun-daun songgo dua secara rutin sehingga pada pokok tanaman hanya terdapat sejumlah 28-54 helai.

3.3.5. Kastrasi Bunga
Memotong bunga-bunga jantan dan betina yang tumbuh pada waktu tanaman berumur 12-20 bulan.

3.3.6. Penyerbukan Buatan
Untuk mengoptimalkan jumlah tandan yang berbuah, dibantu penyerbukan buatan oleh manusia atau serangga.
a. Penyerbukan oleh manusia
Dilakukan saat tanaman berumur 2-7 minggu pada bunga betina yang sedang represif (bunga betina siap untuk diserbuki oleh serbuk sari jantan). Ciri bunga represif adalah kepala putik terbuka, warna kepala putik kemerah-merahan dan berlendir.

Cara penyerbukan:
1. Bak seludang bunga.
2. Campurkan serbuk sari dengan talk murni ( 1:2 ). Serbuk sari diambil dari pohon yang baik dan biasanya sudah dipersiapkan di laboratorium, semprotkan serbuk sari pada kepala putik dengan menggunakan baby duster/puffer.
b. Penyerbukan oleh Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit
Serangga penyerbuk Elaeidobius camerunicus tertarik pada bau bunga jantan. Serangga dilepas saat bunga betina sedang represif. Keunggulan cara ini adalah tandan buah lebih besar, bentuk buah lebih sempurna, produksi minyak lebih besar 15% dan produksi inti (minyak inti) meningkat sampai 30%.

3.4. Hama dan Penyakit
3.4.1. Hama
a. Hama Tungau
Penyebab: tungau merah (Oligonychus). Bagian diserang adalah daun. Gejala: daun menjadi mengkilap dan berwarna bronz. Pengendalian: Semprot Pestona atau Natural BVR.

b. Ulat Setora
Penyebab: Setora nitens. Bagian yang diserang adalah daun. Gejala: daun dimakan sehingga tersisa lidinya saja. Pengendalian: Penyemprotan dengan Pestona.

3.4.2. Penyakit
a. Root Blast
Penyebab: Rhizoctonia lamellifera dan Phythium Sp. Bagian diserang akar. Gejala: bibit di persemaian mati mendadak, tanaman dewasa layu dan mati, terjadi pembusukan akar. Pengendalian: pembuatan persemaian yang baik, pemberian air irigasi di musim kemarau, penggunaan bibit berumur lebih dari 11 bulan. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO.

b. Garis Kuning
Penyebab: Fusarium oxysporum. Bagian diserang daun. Gejala: bulatan oval berwarna kuning pucat mengelilingi warna coklat pada daun, daun mengering. Pengendalian: inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO semenjak awal.

c. Dry Basal Rot
Penyebab: Ceratocyctis paradoxa. Bagian diserang batang. Gejala: pelepah mudah patah, daun membusuk dan kering; daun muda mati dan kering. Pengendalian: adalah dengan menanam bibit yang telah diinokulasi penyakit.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki. Penyemprotan herbisida (untuk gulma) agar lebih efektif dan efisien dapat di campur Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki .

3.5. Panen
3.5.1. Umur Panen
Mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. 


Sumber : http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-kelapa-sawit.html

ANALISA SISTEM PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERPADU

Sesuai dengan yang telah ada di lapangan sampai saat ini pada perkebunan kelapa sawit yang ada baru perencanaan PKS belum ada perencanaan sistem perkebunan PKS,
Di dalam penyusunan sistem terbuka artinya semua unsur menjadi beban dan didatangkan dari luar artinya sangat besar ketergantungannya.
Pada penyusunan VE perkebunan kelapa sawit ini akan disusun suatu sistem pertanian terpadu sehingga mata rantai sistem itu semuanya jadi tertutup sehingga tidak ada lagi ketergantungan dari umur perkebunan itu dan di lain sisi tidak akan terjadi fluktuasi harga biaya produksi.

PERKEBUNAN SAWIT
Pembangunan Perkebunan Sistem Tertutup
Perbandingan COS Produksi antara sistem terbuka dan sistem tertutup atau produksi konvensional dengan produksi CD
• Cost Produksi Konvensional
􀂈 Pupuk (10-20) Kg/Batang/Tahun
􀂈 Penyiangan Piringan (2-3) kali/tahun
􀂈 Penyiangan Gawang 2 kali/tahun
􀂈 Pemotongan Pelepah 12 kali/tahun
• Cost produksi CD :
- Pupuk Organik 10 Kg/batang/tahun : Produksi sendiri
- Penyiangan Piringan : Tidak ada
- Penanaman Palawija pada gawang : tidak dibayar
- Pemotongan pelepah : tidak di bayar

Aspek Pasar Dari Produksi
Setelah disusun analisa sistem pertanian terpadu pada perkebunan kelapa sawit dapat kita lihat beberapa kegiatan yang tadinya menjadi cost produksi tidak lagi menjadi beban tetapi tidak menjadi nilai ekonomi baru pad abahagian yang lain dan semua sistem tersebut dilaksanakan dengan metode community development.
Tetapi pada rancangan yang baru kelihatan timbul industri baru dan perkebunan baru diantaranya adalah :
- Perkebunan jagung di dalam perkebunan kelapa sawit dengan metode tumpang sari
- Peternakan sapi potong di areal perkebunan
- Industri (pabrik) Pupuk Organik lingkup di dalam atau dilingkungan pabrik kelapa sawit
- Industri pakan ternak di dalam unit lingkungan pabrik kelapa sawit.
Dan semua sistem baru yang ada merupakan industri baru yang berskala besar bahkan dapat dipastikan lebih besar dari industri CPO itu sendiri baik secara kualitas maupun kuantitas untuk itu perlu suatu analisa teknis untuk bersaing dengan produk lainnya.

ANALISA TEKNIS PRODUKSI INDUSTRI BARU
1. Perkebunan Jagung Dalam PKS
- Luas kebun/gawang untuk setiap 1,00 hektar di prediksi 75 % X 10.000 M2 = 7,500 m2.
- Jarak tanam 20 cm jadi untuk setiap 1 m2 25 batang untuk 7500 m2 = 187.500 batang.
- Umur jagung yang ditanam 2 bulan (60 hari) dengan metode pohon di cabut.
- Jumlah berat di waktu panen 60 hari 0,50 Kg/batang
- Total berat batang jagung 1 hektar/60 hari 187.500 x 0,50 Kg = 93.750 Kg.
- Prediksi kegagalan tumbuh sempurna 20 % jadi panen bersih yang diterima 0,80 % 75.000 Kg/2 bulan/hektar
- Pendapatan petani jangung seandainya dibeli perusahaan Rp 100/Kg = Rp 3.750.000/bulan/keluarga

2. Industri Pakan Ternak dari Batang Jagung
Jagung akan dijadikan pakan ternak tetapi melalui proses industri sehingga menjadi bentuk tablet dengan kondisi kering 10 % kadar air
- Upah giling Rp 100/Kg
- Upah pengeringan Rp 100/Kg
- Cetak dan packing Rp 100/Kg
- Analisa produksi pakan ternak batang jagung
- Susut akibat pengeringan 59 % harga bahan dasar menjadi Rp 200/Kg
- Biaya Produksi Rp 300/Kg
Biaya Total Produksi Rp 500/Kg Siap Jual
- Pendapatan industri setiap 1 hektar/1 bulan Rp 300 X 37.500 Kg = Rp 11.250.000/bulan dianggap bekerja pada 3 proses adalah 1 orang petani industri 11.250.000 : 3 = Rp 3.750.000/bulan

3. Peternakan Sapi Potong
Peternakan sapi dengan pakan olahan perkebunan sawit
- Prediksi bobot sapi yang dipelihara 400 Kg/ekor
- Kebutuhan pakan kering diprediksi 20 kg/hari
- Biaya pakan sapi setiap hari 20 x 500 = Rp 10.000
- Prediksi kenaikan sapi setiap hari 1,4 Kg/hari
- Nilai pertumbuhan sapi 1,4 X Rp 1400 = Rp 19.600 hari
- Pertumbuhan sapi cukup baik dan layak
- Pembuangan kotoran dengan pakan kering 10 % kadar air 60 % X 20 = 12 Kg/hari/kering
- Merupakan 40 % bahagian pupuk organin dinilai jual setelah proses Rp 1.000/Kg
- Purna Jual kotoran sapi setiap hari setelah proses bioteknologi (40 % biaya Produksi) 60 % X 12 X 1000 = Rp 7200/ekor/hari

4. Pemangkasan Daun/Pelepah Sawit
Pemangkasan daun sawit dilakukan setiap bulan jumlah berat daun dibanding produksi TBS adalah 4 kali berat TBS (berat minimum) diperkirakan produksi setiap hektar sawit untuk setiap bulan 100 X 30 Kg = 3000 Kg. Berat daun Sawit 3000 Kg = 12000 Kg/Ha/Bulan
- Daun sawit di coper dengan upah coper Rp 50 /Kg jadi harga daun setelah dicoper 50 X 12.000 = Rp 600.000/ha/bulan
- Daun sawit dapat dijadikan pakan ternak atau bahagian dari pupuk organik yang nilai-nilai gizinya cukup baik untuk ternak atau pupuk organik dan dapat dijadikan pupuk kembali.

5. Untuk menghidupkan PKS dari suatu perkebunan sawit biasanya energi untuk menghidupkan turbin sebagai penghasil listrik penggerak mesin-mesin PKS dengan sistem pembakaran cangkang dan tandan sawit dan hasil dari pembakaran ini akan didapatkan abu pembakaran yang cukup banyak setiap hari.

6. Komposisi pupuk organik untuk kebun kelapa sawit dengan komposisi seimbang sesuai dengan produksi minyak yang kaya dengan beta karotin. Komposisi seimbang untuk produksi 1 ton pupuk.
a. Kotoran sapi (ternak) kering/basah 40 %
b. Serbuk dan sawit kering/basah 40 %
c. Abu hasil pembakaran cangkang/Tandan sawit 10 %
d. Bekatul Kering/tepung king rice 10 %
e. Bakteri Pengurai NTJ45 2 liter/ton.

KONDISI HARGA DAN KEBUTUHAN PASAR
• Pakan Ternak dengan komposisi :
Protein 16 % TPN 60
Jakarta/Pulau Jawa Rp 1.000/Kg
Sumatera Utara Rp 1.300/Kg
• Pupuk Organik Lengkap
Jakarta/Pulau Jawa Rp 1.000/Kg
Jakarta Untuk Ekspor Rp 1.300/Kg
Sumatera Untuk Lokal Rp 25.000-Rp 40.000/25 Kg
• Anti hama/lumut organik
Jakarta/Pulau Jawa untuk lokal Rp 40.000/liter
Sumatera untuk lokal Rp 25.000-Rp 40.000/liter
• Sapi Potong Pejantan Murni
Jakarta/Pulau Jawa Untuk Lokal Rp 15.500-Rp 16.500/Kg bobot
Sumatera untuk lokal Rp 15.000-Rp 16.000/Kg bobot
• Sapi Potong Jantan Betina
Jakarta/Pulau Jawa Rp 14.500-Rp 15.500/Kg bobot
Sumatera untuk lokal Rp 14.500-Rp 15.000/Kg bobot

KESIMPULAN
Dari perencanaan perkebunan kelapa sawit yang ada sampai saat ini, analisa sistem pertanian yang dipakai masih sistem terbuka sehingga begitu besar pengaruh luar terhadap cost produksi.
Dan Indonesia mempunyai potensi besar untuk berkembang disisi ini karena wilayah yang luas dan telah sangat memasyarakat apalagi industri lanjutannya merupakan kebutuhan sehari-hari untuk hidup bagi manusia dan timbulnya merupakan pakan ternak strategis.
Dari penyusunan VE perkebunan kelapa sawit ini ada 4 (empat) sasaran yang hendak dicapai :
1. Pertumbuhan ekonomi baik ouner maupun karyawan perkebunan dengan nilai cost out menjadi cost in.
2. Pengentasan kemiskinan masyarakat petani dengan pendapatan diatas dua juta rupiah setiap keluarga.
3. Pembukaan lapangan kerja baru satu keluarga setiap hektar lahan perkebunan.
4. Pertanian yang berkelanjutan artinya produksi tanpa kimia dan pestisida.
Dari hasil penyusunan VE perkebunan kelapa sawit ditinjau dari perkembangan Agro Industri yang berbasis masyarakat benyaj yang berskala besar dengan standar ekspor :
1. Industri pupuk organik lengkap dan anti hama serta anti jamur organik
2. Industri pakan ternak
3. Industri peternakan sapi potong
4. Perkebunan jagung yang sama besarnya di PKS
Peluang pasar dilihat dari nilai harga jual dibandingkan dengan cost produksi karena peluang pasar juga dipengaruhi oleh berapa banyak nilai tambah yang dapat dipenuhi produk tersebut, Dari seluruh perancangan yang ada dilautan penyusunan VE. Perkebunan kelapa sawit ini disusun atas konsep perencanaan berbasis lingkungan sehingga adanya keseimbangan pembangunan untuk kemakmuran bangsa Indonesia.
Penyusun mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT dan semoga ilmu yang diredhainya adalah atas kehendaknya juga.

Sumber : http://www.fab.utm.my/download/ConferenceSemiar/ICCI2006S1PP20.pdf

VALUE ENGINEERING PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

1. LATAR BELAKANG
Perkebunan kelapa sawit salah satu agribisnis yang cukup besar dan mempunyai pasar yang sangat baik di dunia karena hasil produksinya merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat (minyak makan). Perkebunan kelapa sawit Indonesia merupakan perkebunan nomor dua besar di Asia setelah Malaysia.
Produksi sawit Asia merupakan terbesar di dunia dan sebagian besar dikelola oleh PTPN maupun swasta, bahkan banyak juga kebun masyarakat dan perkebunan sawit ini telah mulai lebih kurang dua puluh lima tahun yang lalu, mulai dari bibit sawit sampai kepada pabrik minyak. Kepala sawit telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia dan bagi masyarakat Indonesia persoalan kelapa sawit sudah merupakan hal biasa-biasa saja.
Persoalan bidang pertanian di Indonesia pada saat ini sedang asyik dengan persoalan subsidi mulai dari BBM sampai kepada persoalan pupuk sehingga timbul persoalan baru bagi orang yang punya kesempatan dan kekuatan untuk mengekspor barang-barang ini ke luar negeri karena selisih harga cukup menggiurkan.
Beban negara jadi bertambah untuk memenuhi subsidi agar masyarakat masih bisa berusaha suatu revolusi sosial yang kalah pentingnya karena uang subsidi juga merupakan hutang negara notabene hutang rakyat. Pertanian pada kondisi saat sekarang cukup sulit untuk mendapatkan pupuk kalau ada jumlahnya sangat terbatas dengan harga yang cukup besar jika dibandingkan dengan penjualan hasil produksi, yang mengakibatkan biaya produksi menjadi berat karena komposisi pupuk pada biaya produksi pertanian memegang peran (30-40)%.
Pertanian tanpa pupuk pada paska modern ini artinya sama dengan kembali pada zaman primitif, walaupun mekanisasi pertanian modern dan bibit unggul. Suatu pertanyaan kita pada kondisi pertanian Indonesia saat ini kenapa tidak mencoba mengembangkan atau mencari solusi pertanian agar dapat menurunkan biaya produksi dengan metode mencari substitusi pupuk dengan jalan atau cara pengembangan teknologi kebutuhan nutrisi tanaman dari lingkungannya sendiri, apakah kita tidak belajar dari alam sekitar kita atau melihat hutan belantara bagaimana rumus alam tersebut semakin lebat hutannya semakin subur hutannya dan semakin banyak dapat menahan air hujan.
Secara alamiah hutan mengembangkan metode bioteknologi sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan sempurna dan berkelanjutan (Sustainable Agriculture). Artinya satu dengan yang lainnya seling menghidupkan sehingga dapat berkesinambungan dan semua sistem kehidupan itu merupakan satu mata rantai yang tidak terputus (Analisis Sistem Agriculture).

2. MAKSUD VE
Didalam penyusunan Value Engineering Perkebunan Sawit ini hendaknya disusun suatu Sistem Pertanian Terpadu yang akan didukung dengan penerapan Bioteknologi NT 45 diseluruh aspek hingga tercapai satu mata rantai yang tidak terputus.
Diantara mata rantai yang mempengaruhi di dalam cost produksi perkebunan tersebut dapat dilakukan di lingkungan perkebunan itu sendiri sehingga yang biasanya menjadi cost out dapat menjadi cost in.
Mata rantai tersebut adalah :
1. Pupuk untuk Kelapa Sawit
2. Pembersihan gulma gawang sawit
3. Pembersihan piringan sawit
4. Pembersihan lumut dan jamur pada pohon sawit
5. Penebangan pelepah sawit yang sudah tua
6. Pembuangan abu pembakaran cangkang dan pelepah tandan sawit sebagai pembakaran air untuk turbin
7. Pembuangan air (limbah) pabrik kelapa sawit
8. Penaikan PH tanah terutama pada piringan pohon kelapa sawit

Dari kondisi yang ada di Perkebunan Kelapa Sawit maupun pada Pabrik Kelapa Sawit yang hendak dicapai setelah VE tersusun dengan baik dapat diturunkannya produksi TBS yang diakibatkan oleh bermacam-macam kegiatan perhubungan maupun produksi sehingga nilai tambah keuntungan infestasi dapat lebih besar dan stabil sampai mencapai tingkat pengembalian.
Dan tanpa memperluas perkebunan akan terjadi peningkatan pendapatan usaha perkebunan ini sehingga arti VE betul-betul dapat mencapai sasaran.
VE yang disusun menurut konsep atau metode NT 45 ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Peningkatan nilai pertumbuhan ekonomi baik bagi persero maupun bagi karyawannya sehingga usaha perkebunan ini benar-benar mencapai nilai-nilai ideal.
2. Pembukuan lapangan kerja baru yang berkelanjutan dengan metode cooperation yang saling menguntungkan antara persero dan masyarakat.
3. Pengentasan kemiskinan antara persero dan masyarakat buruh kebun karena di standarisasinya nilai-nilai VE yang akan dilaksanakan sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial dan ekonomi di dalam usaha bersama ini.
4. Secara teknis perkebunan kelapa sawit ini akan jauh dari aspek-aspek kimia dan racun sehingga perkebunan ini dapat dicapai menurut konsep Sustainable Agriculture dan kualitas produksi TBS kedepan benar-benar berkualitas tinggi seperti yang diharapkan pasar global.
Ciri-ciri dari TBS yang dihasilkan tanpa kimia dan racun dari perkebunan kepala sawit adalah :
1. Kualitas buah lebih berat (15-20)% dari standar.
2. Rendemen dari TBS lebih tinggi.
3. Waktu keasaman TBS akan lebih lama.
4. Ph tanah PKS tidak cepat turun karena sinar matahari yang cukup dan tidak terjadi pengkristalisasian tanah akibat pupuk kimia.
5. Penyerapan air akan lebih baik ke dalam tanah karena tanah menjadi gembur.

3. KONDISI EKSISTING BIAYA PRODUKSI PKS SAAT INI
Perkebunan Kelapa Sawit yang akan disusun Value Engineeringnya adalah kebun yang telah berproduksi atau masih baru ditanam tetapi kondisi yang akan disajikan pada makalah ini adalah kondisi yang telah menghasilkan TBS sehingga akan dapat dibandingkan dengan jelas nilai tambah yang diberikan (value)nya.
Dan nilai-nila yang diukur bersifat general dan ideal atau kondisi yang telah berlalu diantaranya adalah :
1. Biaya pupuk untuk satu batang sawit selama satu tahun ± 10-12 Kg/Batang dengan harga rata-rata Rp 22.500/Batang/Tahun dan setiap hektar kita ambil rata-rata 100 batang jadi pupuk untuk satu tahun Rp 2.250.000/Ha/Tahun
2. Biaya penyiangan gawangan kita anggap 2 kali tiap tahun Rp 500.000/Ha atau dengan sistem pegawai tetap juga akan menekan biaya yang hampir sama. Jadi biaya setiap tahun Rp 1.000.000/Ha/tahun.
3. Biaya pembersihan piringan batang sawit dan gulma setidaknya satu kali tiap 3 bulan atau 4 kali satu tahun jadi biaya satu tahun 4 x Rp 500.000 = Rp 2.000.000/Ha/tahun.
4. Biaya penebangan pelepah sawit termasuk pengambilan TBS tapi kita anggap hanya penebangan pelepah saja setiap sebulan sekali atau 12 kali setahun sehingga daun yang ada pada batang sawit kelapa 24 lembar setiap batang.

Semua biaya diatas merupakan cost terhadap TBS yang dihasilkan PKS dan pada Pabrik kelapa Sawit juga terjadi beban cost bersifat limbah :
1. Pembuangan abu pembakaran cangkang meupun tandan kelpa sawit yang telah diambil buahnya dan limbah-limbah ini dibakar untuk membakar ketel uap untuk sumber energi dengan produksi puluhan ton setiap jam, jumlah abu pembakaran harus di buang setiap hari dalam jumlah puluhan ton juga.
2. Pada permulaan sawit di proses dengan sistem pemanasan uap air, uap akan menjadi limbah cair begitu seterusnya baik limbah cair maupun padat merupakan cost produksi jika tidak dijadikan bahan berguna lain.
Semua limbah cair maupun padat yang dibuang dari Pabrik Kelapa Sawit dengan akan menjadi cost produksi tetapi kalau diolah akan menjadi nilai tambah dan proses ini dapat dimanfaatkan Bioteknologi yang orientasinya menjadi pupuk dan makanan ternak.

4. VALUE ENGGINEERING PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Didalam perencanaan ini akan disusun sebuah konsep baik secara makro maupun mikro mulai dari manajemen sampai kepada teknologi yang akan dilaksanakan secara teknis dimana semua prinsip-prinsip diatas adalah hasil riset development dari konsultan perencana yang disebut dengan metode NT 45.
Konsep Manajemen pembangunan VE yang Akan dilaksanakan nantinya ada beberapa unsur yang ikut secara langsung dan terus menerus dengan waktu tanpa batas yaitu :
- Pihak pertama disebut sebagai pemilik perkebunan (owner) baik PTPN maupun swasta.
- Pihak kedua disebut sebagai Consultant Development Service (CDS) penyusun dan pengawas program.
- Pihak ketiga disebut sebagai Karyawan Partner (KP) pelaksana pekerjaan di masa depan setelah tersusun program VE.
Untuk membangun dan mewujudkan Program VE perlu disusun suatu komponen manajemen terpadu yang di standarisasi serta disepakati sesuai dengan nilai-nilai yang dikemukakan pada sasaran penyusunan VE tersebut diantaranya adalah menyangkut masalah Manajemen Opearsional, Manajemen Finansial dan Manajemen Teknikal (teknologi) sehingga dapat dicapai hasil VE tersebut baik nilai-nilai sosial ekonomi maupun nilai teknologi berkelanjutan.

Sumber : http://www.fab.utm.my/download/ConferenceSemiar/ICCI2006S1PP20.pdf

TENTANG KELAPA SAWIT

Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.

Pemerian botani


African Oil Palm (Elaeis guineensis)
Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Buah terdiri dari tiga lapisan:
  • Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
  • Mesoskarp, serabut buah
  • Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).

Syarat hidup

Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.

Tipe kelapa sawit

Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E. oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan orang. E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.
Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari
  • Dura,
  • Pisifera, dan
  • Tenera.
Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.
Untuk pembibitan massal, sekarang digunakan teknik kultur jaringan.

Hasil tanaman

Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.[1]
Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.
Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.
Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.

Sejarah perkebunan kelapa sawit

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura".
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1911.
Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940.[2]
Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).
Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit